Tentang Dry Burn Koil, Apakah Benar Berbahaya?

Sudah lama rasanya saya absen menulis di blog ini. Mohon maaf bagi pembaca sekalian, karena berbagai kesibukan website ini jadi terbengkalai. Oke, pada kesempatan ini saya ingin menulis artikel tentang kebiasaan dry burn koil yang sering dilakukan oleh vapers sekalian. Sebenarnya baik atau tidak kebiasaan tersebut?


Saya menemukan artikel cukup menarik di halaman vapingpost yang membahas tentang topik ini. Seperti apa isinya, berikut rangkuman-nya.

Dr Mirosław Dworniczak, adalah seorang ahli kimia yang tertarik pada vaping setelah dia berhenti merokok beberapa tahun yang lalu. Dalam sebuah blog di Nicotine Science and Policy Blog, ia membahas mengenai kebiasaan vapers melakukan Dry Burn pada koil.

Dry Burn pada koil sering dilakukan untuk membersihkan sisa kerak liquid yang menempel, atau sekedar untuk mengatur supaya koil menyala secara rata. Saya sendiri sering melakukan ini ketika melakukan pemasangan koil, dan mungkin banyak vapers lain juga melakukan hal yang sama.

Tapi, taukah kalian ternyata kebiasaan ini cukup berbahaya menurut beberapa spesialis? Menurut beberapa pakar, ternyata kebiasaan melakukan dry burn dapat mempengaruhi struktur permukaan logam yang ada pada koil. Hal tersebut dapat memicu koil memproduksi partikel berbahaya yang ‘mungkin’ menempel pada aerosol, dan berpotensi dapat tertelan oleh pengguna.

Pertanyaan tentang proses Dry Burn ini sebelumnya dilayangkan oleh Dr Konstantinos Farsalinos yang menyelidiki masalah tersebut dengan bantuan seorang ahli ilmu material, Pedro Carvalho. Para peneliti menyimpulkan bahwa praktek Dry Burn ‘tidak boleh dilakukan pada semua jenis koil’.

Kawat untuk koil vape

Dalam dunia vaping, koil umumnya dibuat dari beberapa jenis kawat seperti kanthal, stainless steel, nichrome, dan nikel/titanium. Jenis kawat tersebut biasanya terdiri dari beberapa tingkatan kelas, serta kualitasnya sendiri sering bergantung pada merek.

Tentang Dry Burn Koil, Apakah Benar Berbahaya?

Kanthal terdiri dari paduan besi (Fe, 70%), kromium (Cr, 20-30%), dan aluminium (Al, 4-7%). Saat dipanaskan, aluminium oksida membentuk lapisan pelindung pada permukaan kawat. Kanthal menjadi salah satu jenis koil paling aman untuk digunakan, karena minimnya zat reaktif berbahaya yang dihasilkan ketika dipanaskan.

Nichrome adalah paduan Cr (80%) dan nikel (Ni, 20%). Ketika dipanaskan hingga suhu tertentu (hingga berwarna merah), lapisan luar kromium (III) oksida yang terkandung di dalamnya berkembang untuk melindungi elemen pemanas dari oksidasi lebih lanjut.

Ni200 memiliki kandungan Ni (Nikel) penuh. Oksidasi Nikel terbentuk saat kawat dipanaskan di atas 400 ° C. Dari proses pemanasan tersebut terdapat dua jenis oksidasi yang dihasilkan, yaitu Ni hijau yang merupakan inert (tidak reaktif), dan Ni hitam sangat reaktif dan cukup berbahaya.

Kawat SS atau stainless steel merupakan perpaduan dari Fe dan karbon (C). Kawat jenis ini tahan karat berkat kandungan 13% Cr yang dimilikinya. Cr ini mencegah oksidasi kromium guna membentuk lapisan pelindung. Beberapa kontaminan dalam bentuk logam jejak ada di SS. SS316 klasik juga mengandung sejumlah kecil molibdenum (Mo, 2,5%) dan mangan (Mn, 2%).

Mengapa dry burn berbahaya?

Ada tiga alasan kenapa proses Dry Burn disebut berbahaya,

  1. Lapisan permukaan koil yang telah teroksidasi dapat mengelupas selama vaping. Hal ini dapat beresiko terhirup ke dalam paru-paru sebagai aerosol, dengan bentuk partikel mikroskopis.
  2. Materi partikulat dapat menyebabkan alergi . Nikel misalnya, dikenal menyebabkan ruam kulit, gatal, kemerahan. Ni juga merupakan senyawa karsinogenik jika dikombinasikan dengan karbon monoksida (CO), yang mana merupakan hasil dari pembakaran karbohidrat yang tidak sempurna.
  3. Materi partikulat juga bisa menjadi racun bagi organisme. Kasus keracunan tersebut misalnya ditemukan dalam kasus tukang las yang terpapar oksida Mn.

Menurut beberapa ahli, proses dry burn dapat memperkuat proses korosi normal pada permukaan kumparan/koil, sekaligus menurunkan kualitas kawat sebelum waktunya.

Lalu apa solusi paling aman-nya?

Sejujurnya saya sendiri bingung menjawab pertanyaan ini. Dry Burn sangat diperlukan saat proses recoiling, terutama untuk mencari keseimbangan resistensi pada koil yang dipasang. Terlebih Dry Burn juga dapat terjadi secara tidak disengaja, seperti kapas yang terlanjur kering misalnya.

Secara pribadi saya berpendapat, Dry Burn tidak bisa dihindari dalam kegiatan vaping. Namun, kita masih dapat meminimalisir tingkat bahayanya dengan beberapa cara seperti,

  • Rajin mengganti koil.
  • Tidak menggunakan koil secara berulang.
  • Menggunakan jenis kawat yang direkomendasikan.
  • Selalu jaga kebersihan.
  • Atau bisa juga recoiling tanpa Dry Burn asal menggunakan RDA single koil.

Ya maaf kalau pembahasan kali ini sedikit berat, saya sendiri cukup aware soal keamanan vaping karena berdampak langsung dengan tubuh saya sendiri. Mungkin di antara pembaca ada yang memiliki info lebih valid mengenai topik ini? Atau mungkin ada yang mempunyai pendapat lain, silahkan tulis di kolom komentar supaya bisa kita jadikan refrensi.

Sumber refrensi dari artikel ini : https://www.vapingpost.com/2016/03/08/a-chemists-advice-dont-dry-burn-your-coil/

6 komentar

  1. Jadi yang benar harus gimana kak?Diburn apa dibiarkan saja...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya masih suka dry burn kok, selama pake kanthal dan nichrome doang hhee

      Hapus
    2. Burn aja gpp asal jgn kelamaan.
      Dan jangan cobacoba selain kawat Ni80 dan khantal.
      Seperti ss, ti.
      Jd beracun nanti.

      Hapus
  2. Bahas coil buto ijo dong bang

    BalasHapus
  3. Tapi ngerasain yg aneh gak sih kalo gk dryburn langsung masang kapas trus vaping😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di awal jelas ada rasa aneh, asalnya dari kapas sm kawat. tapi cuma bentaran kok,

      Hapus

Posting Komentar

Halaman

Copyright © 2021

Indonesia Vaporizer